Senin, 23 Oktober 2017

Tafsir ayat gender

TAFSIR GENDER
(Kajian Ilmu Rijalil Hadits)

  

  
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Mazahibut Tafsir yang diampu oleh
Dr. H. Abdul Mustaqim, S.Ag., M.Ag.
Disusun Oleh:
Faisal Wafi 14530023
M.Ahsin Tohir 15530015

PRODI ILMU ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016


KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah SWT  yang telah menganugrahkan kita kenikmatan,taufiq,hidayah serta pengetahuan kepada kita sehingga dapat menyeleaikan makalah ini tepat waktu dengan tidak adanya permasalahan yang menghambat tersusunnya makalah ini.Sholawat serta salam tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW,yang telah membawa  ajaran sempurrna yaitu agama islam yang merupakan cahaya keImanan bagi umatnya.
    Ucapan terimakasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini,khususnya kami sampaikan kepada yang terhormat dosen pengampu bapak Abdul mustaqim atas semua bimbingan dan doanya,juga telah memberi kesempatan yang telah diberikan pada kami untuk mengkaji materi ini.Tidak lupa kepada teman teman semua yang antusias dalam mengikuti kajian yang akan kami sampaikan dalam menyelesaikan makalah ini.
    Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan kesalahan.Hal ini tidak lepas dari banyaknya kekurangan yang kami miliki,karena hakikatnya kebenaran hanyalah milik Allah SWT semata.Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi kebaikan dimasa mendatang serta untuk menjadi acuan kami dalam berbuat yang lebih baik.







DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN.................................................................................................. I
KATA PENGANTAR ................................................................................................ II
DAFTAR ISI............................................................................................................... III
BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................................
           A.LATAR BELAKANG.................................................................................. 1
           B.RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 1
BAB II : PEMBAHASAN ........................................................................................
           A. PENGERTIAN.......................................................................................... 2
           B.AYAT AYAT TENTANG GENDER ........................................................ 3
           C.METODOLOGI....................................... ...................................................5
           D.CORAK TAFSIR FEMINIS..................................................................... 6
           E.TOKOH TOKOH MUFASIR FEMINIS .................................................. 7
BAB III : PENUTUP............................................................................................... 
KESIMPULAN......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 9









BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar belakang
Agama merupakan salah satu obyek kajian yang sangat menarik tatkala memperbincangkan masalah-masalah perempuan. Hal ini karena agama, yang merupakan way of life sebagian besar umat manusia, mengandung ajaran-ajaran yang berkaitan langsung dan berisi aturan-aturan dan hukum tentang posisi dan kedudukan perempuan, baik dalam masalah peribadatan secara khusus maupun dalam hal relasi antara laki-laki dan perempuan, terutama dalam hal kekeluargaan. Selama ini pemahaman dan penafsiran para “elit agama” atas teks-teks keagamaan dalam kaitannya dengan masalah perempuan ini cenderung menempatkan perempuan dalam posisi “nomor dua” karena mereka memahami teks-teks keagamaan tersebut secara harfiah yang terkesan mengunggulkan laki-laki diatas perempuan.
Sehingga banyak saat sekarang ini kita menemukan pendapat-pendapat baru yang pendapat itu oleh sebagian kalangan dianggap menyimpang atau bahkan keluar daripada pendapat-pendapat mu’tabar yang selama ini telah disepakati kebaradaanya oleh mayoritas para mufassir al-Qur’an. Sebut saja misalnya beberapa tokoh feminis yang saat ini banyak dikaji dan diteliti pemikirannya seperti Fatima Mernissi, Amina Wadud, Riffat Hassan, Ashgar Ali Engineer―untuk hanya menyebut beberapa tokoh saja―yang menurut mereka semua adanya penafsiran  yang lebih patriarkhi salah satunya disebabkan oleh adanya penafsiran-penafsiran yang didominasi ideologi patriarkhi, karena memang kebanyakan para mufassir adalah kaum lelaki sehingga mereka kurang mengakomodir kaum perempuan. Sehingga perlu rekonstruksi bahkan dekonstruksi paradigma terhadap model tafsir patriakrkhis yang cenderung meminggirkan peranan kaum perempuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tafsir gender?
2. Siapa saja tokoh/mufassir yang berperan dalam tafsir gender?
3. Bagaimana perkembangan tafsir gender?

BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian
Gender berasala dari bahsa latin yaitu genus,artinya tipe atau jenis.Dalam bahasa Inggris gender artinya jenis kelamin laki laki dan perempuan.Secara etimologi gender adalah perbedaan yang tampak antara laki laki dan perempuan ditinjau dari nilai,dan tingkah laku.istilah gender ini pertama kali digunakan oleh “Oakley” yang di artikan sebagai sifat yang diletakkan kepada laki laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial dan budaya.
Disamping itu,ada istilah yang mewakilkan gender dalam dekade terahir,yaitu Feminis.Secara etimologis kata “feminisme” berasal dari kata latin, yaitu femina yang dalam bahasa Inggris diterjemakan menjadi feminin, artinya  memiliki sifat sebagai perempuan. Kemudian kata itu ditambahkan “ism” menjadi feminsm, yang berarti hal ihwal perempuan, atau dapat pula berarti paham mengenai perempuan
Kemudian sesuai dengan perkembangannya kata tersebut digunakan dalam teori kesetaraan jenis kelamin (sexsual Equality). Secara historis, istilah itu muncul pertamakali 1895 hingga meluas sampai saat ini.Gender yang berperan dalam masyarakat mempengaruhi peran dan posisi manusia berdasarkan jenis kelamin,bahkan kadangkala hal ini berimbas pada pengaruh dalam mendapatkan kewajiban dan hak nya.
Jadi tafsir Gener/feminis adalah sebuah tafsir yang bertujuan untuk menempatkan posisi kaum perempuan setara dengan kaum laki-laki baik itu dari sisi normatif-idealis hingga dari sisi historis-empiris

B. Ayat ayat al Qur’an tentang Gender
1.Sikap masyarakat sebelum islam kepada perempuan

(AYAT) an nahl 58-59
"Dan apabila seorang dari mereka diberi khabar dengan kelahiran anak perempuan, merah padamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah. Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu." (QS An Nahl [16]: 58-59).
2.Konsep kemimpinan wanita
      Konsep kepemimpinan suami atas istri, sebagai mana yang diyakini oleh umat Islam umumnya itu, berasal dari pemahaman terhadap firman Allah SWT dalam surat AnNisa’ ayat 34, maka para feminis Muslim setidak-tidaknya Asghar Ali Engineer dan Amina Wadud Muhsin berupaya untuk melakukan penafsiran kembali terhadap ayat tersebut tentu saja setelah membongkar penafsiran lama yang mereka nilai bias gender.
(AYAT)nisa’ 34
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.(QS. An-Nisa’ :34)

      Berdasarkan ayat diatas Zamakhsyari, Alusi dan Sa’id Hawwa sepakat menyatakan bahawa suami adalah pemimpin terhadap istrinya dalam rumah tangga. Menurut Asghar Ali Engineer penafsiran dalam ayat tersebut tidak boleh dipahami lepas dari konteks sosial pada waktu ayat itu diturunkan. Keunggulan laki-laki dalam pandangan Asghar bukanlah keunggulan jenis kelamin, tapi keunggulan fungsional karena laki-laki mencari nafkah dan membelanjakan hartanya untuk perempuan. Asghar menyatakan bahwa pernyataan ar-rijal qawwamun ‘ala an-nisa’ bukanlah pernyataan normatif, tapi pernyataan kontekstual. Sedangkan Amina Wadud dapat menyetujui laki-laki menjadi pemimpin bagi perempuan dalam rumah tangga jika disertai dua keadaan: (1) jika laki-laki punya atau sanggup membuktikan kelebihannya;(2)jika laki-laki mendukung perempuan dengan menggunakan harta bendanya. Bagi Amina, kelebihan laki-laki yang dijamin oleh Al-Qur’an hanyalah warisan
3.Konsep kesasaksian dan kewarisan perempuan
(AYAT)ali imron 282
      Pertimbangan lain dalam pembahasan kontemporer tentang isu perempuan dalam Al-Qur’an berfokus pada potensi perempuan dalam kesaksian. Menurut ayat yang terkait dengan hal ini, ketika suatu perjanjian utang dituliskan, maka “persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh)seorang lelaki dan dua rang perempuan dari saksi-saksi yang kamu rida, supaya jika seorang perempuan lupa maka seorang lagi(perempuan) mengingatkannya. (QS. 2: 282)”. Menurut susunan kata ayat ini, kedua perempuan ditunjuk sebagai “pengingat” bagi yang satunya lagi. Dia bertindak sebagi penguat. Meskipun ada dua, tiap-tiap perempuan berbeda fungsinya.
      Menurut Asghar, formula 2:1 hanya berlaku khusus untuk kasus transaksi bisnis saja. Tidak dapat dideduksikan menjadi satu aturan umum yakni satu saksi laki-laki setara nilainya dengan dua orang saksi perempuan. Menurutnya karena perempuan pada masa ayat itu diturunkan tidak berpengalaman dalam persoalan bisnis sehingga mempunyai kemungkinan untuk lupa. Jika yang satu lupa yang lain mengingatkan
       Dalam masalah waris ini, Asghar tidak meniai ketentuan ini bersifat deskriminatif terhadap perempuan. Menurutnya, selain mendapatkan bagian dari warisan, nanti setelah anak perempuan itu kawin, maka ia akan mendapat tambahan harta berupa mas kawin dari suaminya. Padahal disamping itu dia tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menafkahi dirinya sendiri dan anak-anaknya, karena semuanya sudah menjadi tanggung jawab suaminya. Cuma yang dikritik Asghar adalah penafsiran yang menjadikan ketentuan warisan ini sebagai alasan untuk menganggap anak perempuan lebih rendah nilainya dibandingkan anak laki-laki.
     Amina sendiri berpendapat, perkara warisan mencakup pertimbangan-pertimbangan berikut: (1) pembagian kepada famili laki-laki dan perempuan yang masih hidup, (2) sebagian harta dapat diwariskan, (3) harus mempertimbangkan keadaan orang yang ditinggalkan, manfaat orang yang ditinggalkan bagi almarhum, dan manfaat dari harta yang diwariskan

C. Metodologi
Ada beberapa metodologi yang dipakai para mufassir feminis dalam menafsirkan al-Qur’an. Diantaranya adalah Hermeneutik. Metodologi tersebut kerjanya adalah mengkontekstualisasi dan menangkap semangat atau ruh dari ide yang terdapat di balik teks al-Qur’an sehingga hasil tafsirnya bisa keluar dari statemen normatif yang bersifat state of being kepada state of be coming atau biasa disebut dengan istilah melihat secara kritis prior text, yaitu situasi, perpspektif, kondisi sosio-hostoris yang melatarbelakangi dunia penafsir sebelum ia berhadapan dengan teks.
Metode selanjutnya adalah metode tafsir tematik-holistik yang merupakan salah satu pendekatan dalam hermeneutik. Metode ini digagas oleh Amina Wadud. Dia menjelaskan metode ini selalu melihat secara kritis hubungan antara tiga aspek, yaitu: 1) Dalam konteks apa hal itu ditulis? Jika kaitannya dengan al-Qur’an maka dalam konteks apakah ayat itu diturunkan? 2) Bagaimana komposisi tata bahasa teks (ayat) tersebut? bagaimana pengungkapannya? Apa yang dikatakannya? 3) Bagaimana keseluruhan teks (ayat), weltanchaung-nya atau pandangan hidupnya. Sering kali perbedaan penafsiran tersebut bisa dilacak dari variasi dalam penekanan ketiga aspek tersebut
Dengan metode tafsir Holistik, maka ayat-ayat yang secara tekstual bias gender, seperti ayat tentang pembagian hukum waris, persaksian, poligami dan sebagainya, dapat dijelaskan secara lebih kontekstual. Misalnya dalam pembagian warisan, yang menjadi ide dasarnya adalah keadilan, bukan dari aspek satu banding dua. Pembagian satu banding dua pada waktu itu memang dirasa sangat adil, jika mempertimbangkan keadaan sebelumnya, di mana perempuan tidak dapat mewarisi, tetapi malah diwarisi. Oleh karena itu, jika ternyata nilai keadilan itu berubah seiring dengan perubahan sistem nilai yang berlaku di masyarakat, maka penafsiran itu pun harus berubah
Begitu pula ayat-ayat yang berbicara tentang persaksian. Jika mengikuti konteks turunnya ayat (asbabun nuzul-nya). ayat tersebut berbicara mengenai persaksian dalam jual-beli/niaga. Padahal pada waktu itu kaum perempuan tidak banyak yang melakukan jual-beli/niaga. Sehingga diasumsikan bahwa persaksian satu orang perempuan tidak cukup kuat ke-validitasnya sehingga harus ditambahkan seorang teman lagi untuk memperkuat persaksiannya. Jadi jika saat ini wanita sudah banyak yang profesional dan mampu menangi masalah-masalah bisnis, maka seharusnya perempuan disejajarkan dalam hal menjadi saksi. Begitu pula persaksian dalam hal pernikahan. Tidak harus terus-menerus yang menjadi saksi itu adalah laki-laki. pendapat ini ditulis Ashgar Ali Engineer dalam bukunya

D.    Corak Tafsir Feminis
Model atau pendekatan yang digunakan dalam tafsir feminis sangat beragam diantaranya sebagaimana yang dinyatakan oleh Ghazala Anwar adalah.
1.      Corak Feminis Apologis
Aliran ini memiliki keyakinan bahwa al-Qur’an dan hadits telah memberikan hak antara laki-laki dan perempuan bagi kesejahteraan dan pemenuhan pribadi masing-masing.
2.      Corak Feminis Reformis
Aliran ini bertujuan mentransformasikan tradisi dengan tetap menggunakan metodologi hermeneutik klasik yang akrab dalam wacana Islam tradisional.
3.      Corak Feminis Rasionalis
Aliran ini berangkat dari keyakinan bahwa karena Allah maha adil, tentu Islam membawa misi keadilan, keadilan terhadap siapapun, walaupun berbeda agama dan jenis kelamin. Aliran ini mengedepankan wacana keadilan dan kesetaraan gender. Tokoh dari model tafsir ini adalah Fazlur Rahman yang selanjutnya diikuti oleh Riffat Hasan dan Amina Wadud Muhsin.
4.      Corak Feminis Rejeksionis
Aliran ini memiliki keyakinan bahwa memang teks-teks al-Qur’an dan hadis dalam kaitannya dengan al-Qur’an memang ada yang misoginis, seksi, dan diskriminatif. mereka merujuk kepada pengalaman perempuan. Sehingga argumen apapun yang di luar itu dari manapun sumbernya yang mendukung diskriminasi terhadap perempuan akan ditolak. Tokoh yang mengikuti aliran ini adalah Tasleema Nasreen dan Fatima Mernissi.
5.      Corak Feminis postmodernis
Aliran berkeyakinan perlu dilakukan “ex-centralism”, yaitu keluar dari apa saja yang meletakkan laki-laki sebagai “pusat” dari kehidupan sosial dan spiritual perempuan. Bagi pemeluk aliran ini semua bentuk sentralisme adalah totaliter. Perempuan tidak boleh dibaca dari sudut laki-laki karena itu berlwanan dari ajaran agama. Tokoh pengikut dalam aliran ini adalah Mansour Fakih dan Ashgar Ali Engineer.


E. Tokoh-tokoh mufassir Feminis
Adapun tokoh-tokoh mufassir feminis ini antara lain :
1.    Amina Wadud
Amina Wadud Muhsin lahir di Amerika pada tahun 1952. ia seorang guru besar di Universitas Commonwealth, Richmond, Virginia. Menurut Charles Kurzman, lahirnya buku  Qur’an and Women disebabkan oleh konteks histories pengalaman dan pergumulan wanita Afrika-Amerika ketika memperjuangkan keadilan jender.
Karya tulisnya ini merupakan salah satu bentuk kegelisahan intelektualnya dalam menyikapi ketidak adilan jender yang sudah menjadi sebuah kebudayaan didalam masyarakat. Dan salah satu penyebabnya adalah doktrin yang terdapat dalam penafsiran Al Qur’an tentang bias patriarki. Didalam bukunya tersebut, ia mencoba untuk mengembalikan posisi wanita ke tempat yang lebih terhormat seperti yang terjadi pada masa Nabi saw dan dia juga ingin menunjukkan bahwa antara laki-laki dan wanita itu setara menurut Al Qur’an. Sedangkan tafsiran ulama terdahulu, tidak bisa dibenarkan secara mutlak karena pemikiran mereka dipengaruhi oleh social-historis dan kebudayaan tempat tinggal mereka ketika mereka menulis tafsir tersebut.

2.    Fatimah Mernissi
Ia dilahirkan pada tahun 1940 di sebuah Harem di kota Fez, Maroko. Ia berkembang didalam masyarakat yang menganut ketat tradisi pemisahan antara laki-laki dan perempuan dan juga hak-hak yang berbeda diantara keduanya. Laki-laki lebih banyak mendapatkan keistimewaan dalam berhubungan dengan dunia luar, mendengarkan berita atapun melakukan perjanjian bisnis. Hak tersebut tidak bisa didapatkan oleh para wanita. Ayahnya menanamkan doktrin kepada Fatimah bahwa Allah telah memisahkan laki-laki dan perempuan sejak dulu kala ketika Allah menciptakan langit dan bumi, ketika Allah meletakkan lautan antara umat Islam dan Kristen. Kedamaian pun akan terwujud jika kedua belah pihak menghargai batasan masing-masing.
Hal ini membuatnya mulai berpikir tentang kebenaran budaya yang dianut masyarakatnya. Kemudian neneknya, Lala Yasmin, banyak memberikannya keterangan tentang prilaku yang terjadi dalam masyarakatnya, yaitu memojokkan perempuan. Neneknya juga menceritakan kisah-kisah kehidupan nabi Muhammad saw dan ajaran-ajaran Islam yang penuh cinta kasih. Keadaan inilah yang kemudian membangkitkan semangat Fatimah untuk membongkar tradisi yang dianggap tidak adil terhadap perempuan.



BAB III
KESIMPULAN
      Perbedaan penafsiran antara para mufassir dan feminis Muslim terjadi disebabkan oleh latar belakang pemikiran masing-masing individu. Para feminis Muslim menggunakan perspektif feminisme dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, sedang para mufassir tidak melakukan hal yang sama. Metodologi yang mereka gunakan juga berbeda.

      Pada dasarnya inti ajaran setiap agama, khususnya Islam adalah menganjurkan dan menegakkan prinsip keadilan. Al-Qur’an sebagi prinsip-prinsip dasar atau pedoman moral tentang keadilan tersebut mencakup pelbagai anjuran untuk menegakkan keadilan ekonomi, keadilan politik, kultural termasuk keadilan gender. Dalam hal ini diperlukan metode penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa digunakan untuk memahami bagaimana ajaran moral agama yang bersifat prinsipl mesti membutuhkan analisa sosial


DAFTAR PUSTAKA

 Mustaqim, Abdul, Mazhibut Tafsir, Nun Pustaka Yogyakarta, Yogyakarta, 2003
Wadud, Amina, Qur’an and Woman, Penerbit Fajar Bakati, Kuala Lumpur, 1992

Tidak ada komentar:

Posting Komentar