Senin, 23 Oktober 2017

Pemikiran hadis kontemporer (NU)




A. Pendahuluan
Hadis memiliki signifikansi yang fundamental dalam ajaran Islam. Hal ini dikarenakan dalam sumber ajaran Islam, hadis menempati urutan kedua setelah al-Qur‟an.1 Oleh karena itu, hadis kemudian dijadikan sebagai salah satu perangkat oleh sekelompok umat Islam untuk menjustifikasi keberadaan dan kepentingan mereka.2 Dalam melihat sebuah hadis, kita tidak serta merta langsung meyakini bahwa hadis tersebut adalah shahih, melainkan kita patut untuk melakukan sebuah pengkajian meliputi sanad dan matan agar bisa dinilai kehujjahannya. Dewasa ini, bermunculan kelompok-kelompok Islam yang berbeda-beda. Masing-masing kelompok tersebut mengklaim dirinya sebagai kelompok yang paling benar atas segala paham yang mereka yakini. Fakta seperti ini telah dipicu oleh pandangan mereka di dalam memahami sebuah hadis. Masing-masing dari mereka memiliki cara tersendiri dalam memahami sebuah hadis. Nahdlotul Ulama‟ sebagai salah satu ormas Islam pun tidak bisa terlepas dari perdebatan ini. Nahdlatul Ulama merupakan organisasi yang tidak asing lagi di Indonesia. Organisasi yang diprakarsai salah satunya oleh K.H. Hasyim Asy‟ari ini berdiri pada tahun 31 Januari 1926 dan telah memilih sunni sebagai mazhabnya, serta Syafi‟I sebagai acuan mazhab fikihnya. Walaupun dalam perjalanannya sebenarnya mengacu mayoritas pada imam empat madzhab.3 Dalam tulisan sederhana ini, penulis mencoba meneliti bagaimana penggunaan dan pemahaman hadis di kalangan Nahdlatul Ulama dalam menjawab problematika masyarakat sebagai bentuk keberpihakan terhadap teks hadis yang
1 Muhammad „Ajaj al-Khattib, Ushul al Hadis : Pokok—Pokok Ilmu Hadis, Terj. M. Nur Ahmad Musyafiq, cet. V, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013), hlm.22 2 Makrum, “Hadis-Hadis Politik Abad Pertengahan Islam (suatu kajian sosiologis)” dalam download.portalgaruda.org diakses pada tanggal 28 Maret 2017. 3Muhib Rosyidi, “ Membumikan Teks Agama ala Nahdlatul Ulama”,Journal of Qur‟an and Hadith Studies, Vol.2, No.1, 2013, Hlm.22
independen tersebut serta bagaimana Nahdlotul ulama berinteraksi dengan teks hadis yang digunakan sebagai salah satu dasar dalam istinbath hukum.
B. Pembahasan
1. Selayang Pandang Tentang Nahdlatul Ulama
Kelahiran NU setidaknya didorong atas dua keinginan, pertama; keinginan untuk mempertahankan ideologi kaum Muslim tradisional yang mulai diguncang pengaruh kaum modernis yang diwakili oleh kubu organisasi Muhammadiyah yang lebih dahulu berdiri. Kedua; tekad untuk membela eksistensi umat Islam dari penindasan kolonial.4
Nahdlatul Ulama' (NU) memiliki arti kebangkitan ulama'. Organisasi ini merupakan organisasi yang didirikan KH. Hasyim Asy‟ari atas kesepakatan dari para ulama' pada tanggal 31 Januari 1926 Masehi atau 16 Rajab 1344 Hijriyah di Kota Surabaya.5 Kelahiran Nahdlotul Ulama‟ ini merupakan respon terhadap munculnya gagasan pembaharuan Islam di Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh pikiran atau paham Wahabi serta ide-ide pembaharuan Jalaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh.6 Kemunculan ormas ini tidak dengan hampa sejarah, melainkan ada sebab-sebab yang melatarbelakanginya, diantaranya berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam waktu itu. Di tahun 1924, Syarif Husein yaitu seorang Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang bermadzhab Wahabi. Pasca peristiwa itu, tersebarlah berita penguasa baru yang akan melarang semua bentuk amaliah keagamaan ala kaum Sunni yang pada saat itu memang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di Tanah Arab, dan hendak menerapkan asas tunggal, yaitu mazhab wahabi.7 Pengalaman
4S. Sinansari Ecip (ed), NU, Khittah dan Godaan Politik, (Bandung: Penerbit Mizan, 1994), hlm. 87 5 MI Darul Hikmah, “Sejarah Berdirinya NU” dalam skp.unair.ac.id diakses pada tanggal 29 Maret 2017 6 Hartono Margono, “K.H. Hasyim Asy‟ari dan Nahdlatul Ulama : Perkembangan Awal dan Kontemporer”, Media Akademika, Vol.26, No.3 Juli 2011, hlm.339. 7 Miftahuddin, “ Runtuhnya Dikotomi Tradisionalis dan Modernis: Menilik Dinamika Sejarah NU dan Muhammadiyah, Jurnal Istoria, Vol.7, No.2, Maret 2010, hlm.5.
agama sistem bermadzhab, ziarah kubur, tawasul, maulid nabi dan sebagainya secepatnya akan dilarang. Tidak hanya itu saja, Raja Ibnu Saud juga menginginkan supaya melebarkan daerah kekuasaannya sampai ke seluruh dunia Islam. Dengan dalil demi kejayaan Islam, ia berencana untuk meneruskan kekhilafahan Islam yang telah terputus di Turki pasca runtuhnya Daulah Usmaniyah. Untuk itu, Raja Ibnu Saud berencana menggelar Muktamar Khilafah yang ada di Kota Suci Makkah sebagai penerus Khilafah yang terputus itu. Kemudian, semua negara Islam di dunia akan diundang untuk menghadiri acara muktamar tersebut, termasuk juga Indonesia. Awalnya, utusan yang di percaya yaitu HOS Cokroaminoto (SI), K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah) serta K.H. Abdul Wahab hasbullah (pesantren). Akan tetapi, rupanya ada sedikit permainan licik di antara kelompok yang mengusung para calon utusan Indonesia. Sebab Kiai Wahab tidak mewakili organisasi resmi, maka nama beliau kemudian dicoret dari daftar calon utusan.8 Inilah yang membat kerisauan, sehingga timbul gagasan untuk membentuk Komite Hijaz yang kemudian menjelma menjadi Nahdlatul Ulama pada tahun 1926.9 Sebelumnya, sudah ada gerakan-gerakan yang itu merujuk pada gerakan kebangkitan, kalau disusun secara kronologisnya adalah sebagai berikut: Kebangkitan Nasional –organisasi pendidikan dan pembebasan rakyat pribumi- (1908), Nadhlatul Wathan (1916), Taswirul Afkar / Nahdlatul Afkar sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri- (1918), dari situ muncul Nahdlatut Tujjar -pergerakan kaum saudagar untuk memperbaiki perekonomian rakyat.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasjim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan
8 Arif Setiawan, Sejarah Lengkap Kelahiran Berdirinya Nahdlatul Ulama diakses pada tanggal 29 Maret 2017. 9 M. Dawam Rahardjo, Nahdlatul Ulama dan Politik dalam Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama : Pergulatan Pemikiran Politik Radikal dan Akomodatif. hlm.xxx
dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik. 10
2. Pemikiran hadis Nahdlatul Ulama
Dari beberapa literatur yang membahas mengenai NU, belum ditemukan adanya karya yang membahas pemikiran hadis NU secara detail. Kebanyakan hanya membahas peran NU sebagai ormas yang memegang cita-cita Jam’iyyah Diniyyah‟11. Atupun percaturannya dalam kancah politik. Tidak bisa dipungkiri bahwa NU memang lahir sebagai organisasi masyarakat, namun tumbuh dan besar dengan politik. Tidak salah ketika H. Muhammad Ishom Hadzik mentakan bahwa Naluri politik NU sudah ada sejak lahir.12 Perlu dikatahui bahwa dasar-dasar keagamaan Nahdlatul Ulama13 memegang prinsip Ahl al-Sunnah wa al-Jama>’ah14 yang berarti mengikuti ajaran Nabi Muhammad dengan kesepakatan ulama.15 NU hanya menyebutkan tiga poin khusus disertai imamnya, yaitu di bidang aqidah yaitu Abu Hasan al-Asy‟ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi, di bidang fiqh yaitu salah 4 Imam mazhab; Imam Syafi‟I dan bidang tashawwuf ialah al-Junaid al-Baghdadi dan al-Ghazali16. Dalam hadis tidak disebutkan pengkhususannya. Untuk itu analisis penulis, NU sebagai ormas tidak condong kepada salah satu imam hadis dan tidak menetapkan pemikiran hadis yang disepakati bersama oleh NU secara eksplisit dan gamblang. Hanya saja dalam hal ini tokoh-tokoh NU kemungkinan besar menetapkan paham tersendiri dalam kajian
10 Hartono Margono, “K.H. Hasyim Asy‟ari dan Nahdlatul Ulama : Perkembangan Awal dan Kontemporer”, Media Akademika, Vol.26, No.3 Juli 2011, hlm.339. 11Rozikin Daman, Membidik NU Dilema Percaturan Politik NU Pasca Khittah, (Yogyakarta: Gama Media, 2001), Hlm. 43 12 S. Sinansari Ecip (ed), NU, Khittah dan Godaan Politik, hlm. 87 13Lihat lampiran dalam tulisan ini 14Istilah ini diambil dari hadis; bahwa Yahudi akan terpecah menjadi 71 golongan, Nasrani terpecah menjadi 72 golongan dan Umat Nabi Muhammad terpecah menjadi 73 golongan. Dan hanya satu golongan yang selamat, yaitu Ahl al-Sunnah wa al-Jama>’ah 15Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H Hasyim Asy‟ari, (Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm. 47 16 Rozikin Daman, Membidik NU Dilema Percaturan Politik NU Pasca Khittah, hlm. 60
hadis. Berikut 40 Hadis Prinsip-prinsip Nahdatul Ulama:
1. Agama adalah nasihat. Kami bertanya, “untuk siapa wahai Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, “Untuk Allah SWT, rasul-Nya dan pemimpin orang-orang Muslim secara umum (HR. Muslim)
2. Janganlah menangisi agama jika dipimpin oleh orang yang ahli, dan menangislah pada agama jika dipimpin oleh orang yang bukan ahlinya (HR. Thabrani)
3. Segeralah dengan perbuatan baik, fitnah hanya akan menjadikan semakin gelap. Di pagi hari mukmin, tetapi di sore hari menjadi kafir. Di sore hari menjadi mukmin tetapi di osre hari menjadi kafir, serta menjual agama dengan barang duniawi. (HR. Muslim)
4. Berbuatlah, setiap urusan akan dimudahkan oleh Allah SWT atas apa yang telah diciptakan (HR Thabrani)
5. Perbuatan yang paling dicintai Allah SWT yaitu yang paling konsisten, meskipun sedikit (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Hendaklah kalian melakukan perbuatan-perbuatan yang kalian mampu. Demi Allah SWT, dia akan pernah bosan, sehingga kalian bosan. (HR. Turmudzi)
7. Setiap kebaikan adalah sedekah. Orang yang menunjukkna pada kebajikan seperti orang yang melaksanakan kebajikan. Dan Allah yang menolong orang yang kesusahan. (HR. Daruqutni dan Ibnu Abu Dunya)
8. Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia memperbaikinya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Itu;ah paling lemahnya Iman. (HR. Muslim)
9. Allah SWT tidak akan menyiksa masyarakat karena perbuatan sebagian dari mereka, sehingga kemungkaran memenuhi ruang publik dan mereka tidak melakukan apa-apa. Padahal mereka dapat melakukan perbaikan atau koreksi.
Jika hal itu terjadi, maka bencana akan melanda semua kehidupan masyarakat. (HR. Baghawi dalam kitab Syarah al-Sunnah)
10. Dari Abu Dzar, ia berkata,”sahabatku, Muhammad SAW telah berpesan kepadaku untuk senantiasa berbuat baik, tidak takut berada di jalan Tuhan meskipun tantangan datang bertubi-tubi, dan berkata yang benar meskipun pahit. (HRIbnu Hibban)
11. Tiga jalan keselamatan dan tiga jalan keterpurukan. Sedangkan jalan keselamatan yaitu takut kepada Allah, baik dalam sunyi maupun dalam terang; memimpin dengan adil baik dalam keadaan sadar maupun dalam keadaan emosi; sederhana baik dalam keadaan kaya maupun dalam keadaan miskin. Sedangkan jalan keterpurukan yaitu kikir, mengikuti hawa nafsudan narsis atas pendapatnya sendiri. (HR. Barraz)
12. Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan kalian bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpin. Seorang pemimpin bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami bertanggung jawab atas keluarga dan seluruh anggotanya. Seorang perempuan bertanggung jawab di rumah dan anggota keluarganya. Seorang pembantu bertanggung jawab atas harta majikannya dan bertanggung jawab atas anggota keluarganya. (HR. Bukhari)
13. Baramg siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir hendaklah bertutur kata baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir hendaklah memuliakan tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir hendaklah memuliakan tamunya (HR. Bukhari dan Muslim)
14. Menjelang kiamat terdapat orang-orang yang berdusta, maka kalian mesti waspada (HR. Bukhari)
15. Hendaklah kalian dalam meraih kesuksesan harus dengan cara yang sebisa mungkin tidak diketahui orang, karena setiap kesuksesan akan menimbulkan dengki. (HR. Thabrani)
16. Orang-orang yang menebarkan kasih-sayang akan dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Kasih. Tebarkanlah kasih bagi penduduk bumi, niscaya kalian akan dikasihi oleh penduduk langit. (HR. Abu Daud)
17. Seorang Muslim adalah orang yang dapat menyelamatkan lisan dsan tangannya. Sedang seorang yang melaksanakan hijrah adalah orang yang meninggalakan seluruh larangan Allah SWT (HR. Bukhari dan Muslim)
18. Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah ungkapan yang paling memuat dusta. (HR. Bukhari dan Muslim)
19. Jauhilah prasangka buruk terhadap orang lain. (HR. Thabrani)
20. Setiap dari kalian dapat melihat kekeliruan saudaranya, tetapi melupakan kekurangan yang terdapat dalam dirinya sendiri. (HR. Ibnu Hibban)
21. Barang siapa yang menghilangkan kesusahan seorang Muslim di dunia, maka Allah SWT akan menghilangkan kesusahan pada hari kiamat nanti. Barang siapa yang memudahkan terhadap seorang yang mendapatkan kesulitan, maka Allah SWT akan memudahkan baginya hidup di dunia dan akhirat. Barang siapa menolong dan melindungi seorang Muslim, maka Allah SWT akan melindunginya di dunia dan di akhirat. Dan AllahSWT akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya. Barang siapa menempuh sebuah jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah SWT akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan suatu kaum tidak akan berkumpul di salah satu rumah Allah SWT sembari membaca al-Qur‟an dan memahaminya maka Allah SWT niscaya akan menurunkan bagi mereka ketenangan dan kasih-sayang. Malaikat juga akan bersama mereka dan begitu pula Allah SWT akan mengingat mereka. Dan barang siapa memperlambat untuk melakukan hal tersebut, bagi ia tidak akan dipercepat juga keturunannya. (HR. Muslim)
22. Seseorang dari kalian tidak disebut beriman, sehingga mencintai saudaranya melebihi cintanya pada diri sendiri (HR. Muslim)
23. Sedekah yang diberikan orang Muslim tidak akan mengurangi hartanya, dan Allah SWT akan menambahkan kekurangan seorang hamba selama ia
memaafkan, dan ketawadhuan seseorang kepada Allah SWT akan diganjar dengan pahala yang besar. (HR. Muslim)
24. Janganlah sekali-kali menghina kebajikan sekecil apapun. Dan jika bertemu dengan saudara hendaklah dengan wajah yang berseri-seri. (HR. Muslim)
25. Seseorang itu tergantung agama yang dianut oleh sahabatnya, maka hendaklah setiap orang dari kalian mencermati siapa yang sedang dijadikan sahabat. (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
26. Barang siapa yang meniru-niru suatu kaum, maka ia menjadi bagian dari mereka. (HR. Abu Daud)
27. Agam itu datang secara asing dan kembali secara asing. Maka berbahagialah orang-orang yang asing tersebut. Yaitu orang-orang yang memperbaiki hal-hal yang telah dirusak oleh orang lain, utamanya sunnahku. (HR. Turmudzi)
28. Barang siapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan pengikutku. (HR. Muslim)
29. Barang siapa membahagiakan seseorang yang melakukan bid‟ah, maka ia telah membantu dalam memngahancurkan Islam. (HR. Thabrani)
30. Tidak ada kedengkian, kecuali dalam dua hal. Yaitu seorang menerima pesan-pesan al-Qur‟an, serta senantiasa berdoa siang dan malam, dan orang yang dikarunia harta oleh Allah SWT, kemudian ia memberikan harta tersebut siang dan malam. (HR. Bukhari dan Muslim)
31. Seorang dermawan akan dekat dengan Allah SWT, surga manusia, dan jauh dari neraka. Sedangkan seorang bakhil akan jauh dari Allah SWT, surga manusia, dan dekat dengan neraka. Seorang yang bodoh, tetapi dermawan jauh lebih dicintai oleh Allah SWT daripada orang yang ahli ibadah, tetapi bakhil. (HR. Turmudzi)
32. Umatku akan senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menuntut ilmu dari para sesepuh mereka.
33. Ilmu ini adalah agama. Dan cermatilah dari siapakah kalian menimba ilmu. (HR. Imam Ahmad)
34. Sesuatu yang paling aku khawatirkan dari kalian setelah kematianku, yaitu setiap munafik yang pintar bertutur kata. (HR. Thabrani)
35. Orang yang terbaik di antara kalianadalah orang yang paling baik akhlaknya.
36. Gunakanlah lima hal sebelum lima hal, yaitu hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu, masa mudamu sebelum masa tuamu, saat kaya sebelum jatuh miskinmu. (HR. Baihaqi)
37. Setiap Nabi yang membawa agama akan mengabulkan doa. Enam hal yang mana aku melaknat mereka dan Allah SWT juga akan melaknat mereka, yaitu seorang yang menambahkan sesuatu dalam Kitab Suci, mendustai ketentuan Allah SWT, berlaku otoriter atas umatku dengan cara menistakan seseorang yang memuliakan Allah SWT dan memuliakan seseorang yang menistakan Allah SWT, menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah SWT, serta meninggalkan sunnahku.
38. Allah SWT berkata, “Barang siapa memusuhi, menyakiti, menistakan dan menghina wali orang-orang mukmin, maka aku mempersilahkan baginya untuk memerangi. Dalam riwayat lain disebutkan, “barangsiapa menghalalkan memerangiku, maka ia telah menantangku untuk berperang.”
39. Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku dalam kesesatan. Kekuasaan Allah SWT berada dalam perkumpulan. Barangsiapa menyendiri, ia akan menyendiri di neraka. (HR. Turmudzi)
40. Aku berpesan kepada kalian untuk senantiasa bertakwa kepada Allah serta mendengarkan dan taat, meskipun seseorang telah melakukan manuver. Barang siapa di antara kalian menemukan perbedaan yang amat besar, maka hendaklah kalian berpegang pada sunnahku dan sunnah pemimpin setelahku. Dan hendaklah kalian menjauhi hal-hal baru yang bertentangan dengan
substansi agama, karena hal tersebut adalah sesat. (HR. Abu Daud dan Imam Turmudzi)17
40 Hadis Prinsip-prinsip NU tersebut dengan berbagai periwayat, memberikan indikasi bahwa NU memang menjadikan hadis pegangan setelah al-Qur‟an. Hanya saja sekali lagi tidak ada bentuk penetapan kajian hadis yang begitu jelas. Sederhananya NU menggunakan hadis ataupun sunnah dalam garis yang bisa disimpulkan masih umum. Pengkhususannya ada pada tokoh penggerak NU –asumsi sementara demikian-. 40 hadis tersebut pun sama sekali hanya menyantumkan matan hadis dari berbagai periwayat. Dan lagi-lagi dengan alasan belum jelas. Mengenai alasan 40 hadis yang dicantumkan di atas, tidak ada penjelasan yang bisa dijadikan dalih pembenar. Kemungkinannya angka 40 tersebut merupakan angka yang tidak banyak dan jugag tidak sedikit. Bisa juga dikaitkan dengan karya yang ditulis Imam Nawawi, dalam mukaddimahnya disebutkan keistimewaan dari angka 40.
3. Tokoh Nahdlatul Ulama
Salah satu tokoh NU yang memiliki andil besar adalah Hadratusysyaikh KH. Hasyim Asy‟ari. Beliau merupakan pendiri NU. Inilah alasan dalam tulisan ini beliau dipilih dari salah satu tokoh NU. Di samping karena memang beliau termasuk dalam 5 Rais „Am NU.18
a. Biografi Singkat KH. Hasyim Asy‟ari
Ulama yang dikenal sebagai pribadi yang sederhana ini bernama Muhammad Hasyim Ash‟ari ibn „Abd al-Wahid ibn „Abd al-Halim, selanjutnya disebut Hasyim Asy‟ari. Beliau dilahirkan di Desa Gedang, Jombang, Jawa Timur, tanggal 24 Dhulqaidah 1287 H (14 Februari 1871). Ayahnya, Asy‟ari adalah pendiri Pesantren
17Zuhairi Misnawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaan, (Jakarta: Pt Kompas Media Nusantara, 2010), hlm. 354-359 18Baca Biografi 5 Rais „Am Nahdlatul Ulama, termasuk di dalamnya KH Ali Makshum dan lainnya.
Keras, 8 Km dari Jombang. Sementara kakeknya Kyai Usman adalah Kyai terkenal dan pendiri Pesantren Gedang di Jombang yang didirikan tahun 1850-an. sedangkan dari pihak ibu, masih keturunan Raja Brajawijaya, seorang raja di Pulau Jawa. Dipercaya bahwa ia keturunan Raja Muslim Jawa, Jaka Tingkir, dan Raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI. Jadi, Hasyim Asy‟ari juga dipercaya merupakan katurunan bangsawan.19 Sejak kecil beliau mendapatkn didikan dari kalangan keluarga pesantren namun karena pada saat itu zamannya masa penjajahan belanda ada juga pendidikan yang tentang pemerintahan colonial Belanda. Selain di didikan dari ayah dan kakeknya beliau juga mengembara kepada kyai-kyai di wilayah Jawa dan Madura, tidak hanya menimba ilmu di Indonesia saja beliau melakukan perjalanan mencari ilmu nya pada tahun 1893 M ke Mekkah, disana beliau di bombing oleh Syaikh Mahfudh dari Termas selama 7 tahun, beliau seorang ulama Indonesia yang pertama mengajar Shahih Bukhari di Mekkah dari beliaulah Hasyim Asy‟ari mendapatkan didikan tentang ilmu hadisnya. Hasyim Asy‟ari juga belajar ilmu-ilmu yang lainnya kepada para ulama yang ada disana dari mulai ilmu tasawuf, fikih, dan lain sebagainya.20
b. Pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari dan karyanya Risālah Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah
Pemikiran Hasyim Asy‟ari tidak bisa lepas dari bidang keilmuan yang ditekuninya selama menuntut ilmu di Mekkah, di mana selama berada di Tanah Suci beliau berguru kepada seorang ahli hadis yang sangat masyhur ketika itu, Syaikh Mahfud Termas. Gurunya itu menjadi sosok inspiratif dan mempengaruhi pola pemikirannya. Karya-karya yang ditulis Hasyim Asy‟ari cukup banyak seputar hadis,
19 Afriadi Putra, “Pemikiran Hadis KH. M. Hasyim Asy‟Ari dan Kontribusinya Terhadap Kajian Hadis di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 1 (Januari 2016), hlm 47-48 20Afriadi Putra, “Pemikiran Hadis KH. M. Hasyim Asy‟Ari dan Kontribusinya Terhadap KAjian Hadis di Indonesia”, hlm 48
tasawuf dan fikih. Kitab hadis karya beliau yang cukup terkenal adalah Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, kitab ini ditulis antara tahun 1920 – 1930-an.21 Secara spesifik belum bisa ditemukan oleh penulis apa yang melatarbelakangi Hasyim Asy‟ati menulis kitab tersebut, akan tetapi melihat bagaimana konteks Indonesia saat itu jelas terlihat adanya hubungan ditulisnya kitab ini dengan kondisi keberagaman umat islam Indonesia. Semangat berjuangnya umat islam di Indonesia dipengaruhi juga oleh tokoh-tokoh Timur Tengah seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebaginya. Namun tidak sepenuhnya umat islam di Indonesia pada saat itu mengikuti bagaimana langkah para tokoh tersebut yang pada akhirnya ada beberapa dampak yang bisa dilihat yaitu banyaknya di antara kepercayaan dan amalan Muslim tradisional dianggap sebagai bid‟ah dan amalan-amalan yang sudah mengakar di masyarakat pada saat itu. Berdasarkan konteks keberagamaan seperti itu, Hasyim Asy‟ari sebagai salah seorang tokoh modernis dari “kalangan dalam” merasa bertanggungjawab memberikan pencerahan terhadap persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Kapasitasnya sebagai ulama ahli hadis mendorongnya untuk merespon keadaan tersebut dengan menulis kitab Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah.
c. Sistematika dan Metode Penulisan Risālah Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah 22
Dalam penyusunannya, dikenal ada empat macam sistematika, yaitu: pertama, sistematika sahih dan sunan, yaitu kitab hadis yang disusun berdasarkan kitab-kitab tertentu, setiap kitab terdiri dari beberapa bab, sistematika ini juga dikenal dengan istilah sistematika fiqhiyah. Misalnya ditulis dalam kitab-kitab t}aharah, salat dan sebagainya, setiap kitab-kitab tersebut terdiri dari beberapa bab. Kedua, sistematika musnad, yaitu kitab hadis yang ditulis berdasarkan nama periwayat pertama yang menerima dari Nabi. Ketiga, sistematika kamus, yaitu kitab hadis yang ditulis berdasarkan huruf abjad hijaiyah. Keempat, kitab hadis yang disusun berdasarkan
21Afriadi Putra, “Pemikiran Hadis KH. M. Hasyim Asy‟Ari dan Kontribusinya Terhadap KAjian Hadis di Indonesia”, hlm 50
22Afriadi Putra, “Pemikiran Hadis KH. M. Hasyim Asy‟Ari dan Kontribusinya Terhadap KAjian Hadis di Indonesia”, hlm 51
lima bagian-bagian tertentu seperti perintah, larangan, kabar, ibadah dan af‟āl secara umum. Adapun metode penulisan kitab ini dengan menggunakan metode sharh, yaitu mengutip suatu hadis kemudian menjelaskannya secara panjang lebar. Lebih rinci, dalam metode ini biasanya pengarang akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, mengutip hadis dengan menyebutkan rawi pertama dan mukharrij-nya. Kedua, mengutip hadis dengan menuliskan matannya saja. Ketiga, mengutip hadis dengan menyebutkan perawi pertama saja. Sistematika yang dipakai kitab hadis Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah mengikuti sistematika sahih dan sunan. Dalam sistematika ini, Hasyim Asy‟ari membagi kepada beberapa bab dan setiap bab diberi judulnya masing-masing. Bagian awal dilengkapi dengan muqaddimah, setelah itu barulah bagian isi. Kitab ini terbagi kepada sepuluh bab yang diawali oleh bab tentang akidah (sunnah dan bid‟ah) dan ditutup dengan pembahasan tentang pembahasan orang yang sudah meninggal.
C. Contoh Penggunaan Hadis dalam Nahdatul Ulama
Sebagai contoh adalah ketika adanya pertanyaan tentang boleh tidaknya seorang perempuan menjadi kepala desa. Dalam hal ini, NU memberikan jawaban tidak boleh kecuali dalam keadaan terpaksa, sebab disamakan dengan tidak bolehnya perempuan menjadi hakim. Adapun dalil yang dipakai adalah sebuah hadis yang dipakai sya‟rani dalam bukunya al-mizan al-kubra, yaitu :
“ Tidak akan pernah sukses suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan”.
23 Lihat Imam Bukhari, Shahih Bukhari, jilid 4, ( Beirut : Dar Ibnu Katsir, 1993), hlm.1610.
Selain mengutip hadis tersebut, NU juga memberikan penjelasan akan adanya ketidakbolehan para ulama seperti syafi‟I, Maliki, dan Hambali. Walaupun ada ulama fiqih yang membolehkannya seperti Hanafi yang membolehkan dalam urusan harta benda dan Ibnu Jarir yang membolehkan perempuan menjadi hakim.24
Adapun permasalahan yang lain yang mengutip hadis sebagai dasar argumentasinya adalah soal sholat di Masjid yang dibangun dengan uang haram. Dalam menanggapi pertanyaan tersebut, NU cukup tegas menajwabnya yakni sah sholatnya, tetapi haram dan tidak dapat pahala sholatnya25. Ada sebuah hadis yang menjadi argumentasi dalam persoalan ini yakni: “ Barangsiapa membeli baju seharga sepuluh dirham, satu dirham di antaranya adalah uang haram, maka Allah Swt. tidak akan menerima sholatnya selama ia masih memakai baju tersebut”
D. Kesimpulan
Nahdlatul Ulama sebagai organisasi masyarakat yang memegang cita-cita organisasi keagamaan memegang teguh al-Qur‟an dan hadis sebagai sumber agama. Bisa dilihat dalam berbagai hal bagaimana NU menggunakan kedua sumber tersebut. Akan tetapi searah dengan kemauan tulisan ini, dalam pemahamannya tentang hadis tidak ditemukan pengkhususannya. Berbeda dengan bidang fiqh aqidah dan tashawwuf yang dikhususkan imamnya. –sebagaimana yang tertera di lampiran- Hal ini dapat dipahami bahwa NU menggunakan hadis secara umum sebagaimana
24 Muhib raosyidi, “ Membumikan Teks Agama Ala Nahdlatul Ulama” , Journal of Qur‟an and Hadith Studies, Vol.2, No.1, 2013, hlm.37. 25 Muhib raosyidi, “ Membumikan Teks Agama Ala Nahdlatul Ulama” , hlm.37. 26 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2, ( Beirut: Dar Ihya‟ at-Turats al-„Arabi, 1993), hlm.231.
fungsinya. Barulah pengkhususan terhadap kajian hadis ketika membahas tokoh penggerak NU. Sebagai contoh Hadratussysyaikh K.H Hasyim Asy‟ari. Sebagaimana yang telah dijelaskan.
E. Daftar Pustaka
Afriadi Putra, “Pemikiran Hadis KH. M. Hasyim Asy‟Ari dan Kontribusinya
Terhadap Kajian Hadis di Indonesia”. Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial BudayaNo.1. 1 Januari 2016.
Ahmad bin Hanbal. 1993. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2. Beirut: Dar Ihya‟ at-
Turats al-„Arabi.
Al-Khattib, Muhammad „Ajaj. Ushul al Hadis : Pokok—Pokok Ilmu Hadis. Terj. M. Nur Ahmad Musyafiq. Cet. V. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2013.
Ecip S. Sinansari( ed). NU, Khittah dan Godaan Politik. Bandung: Penerbit Mizan. 1994.
Bukhari, Imam. Shahih Bukhari. Jilid 4. Beirut : Dar Ibnu Katsir. 1993.
Khuluq, Lathiful. Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H Hasyim Asy’ari.
Yogyakarta: LKiS. 2000.
Makrum, “Hadis-Hadis Politik Abad Pertengahan Islam (suatu kajian sosiologis)” dalam download.portalgaruda.org diakses pada tanggal 28 Maret 2017.
Margono, Hartono. “K.H. Hasyim Asy‟ari dan Nahdlatul Ulama : Perkembangan ` Awal dan Kontemporer”. Media Akademika. Vol.26. No.3. Juli 2011.
Margono, Hartono. “K.H. Hasyim Asy‟ari dan Nahdlatul Ulama : Perkembangan Awal dan Kontemporer”. Media Akademika. Vol.26, No.3. Juli 2011.
MI Darul Hikmah. “Sejarah Berdirinya NU” dalam skp.unair.ac.id diakses pada tanggal 29 Maret 2017.
Miftahuddin. “ Runtuhnya Dikotomi Tradisionalis dan Modernis: Menilik Dinamika Sejarah NU dan Muhammadiyah. Jurnal Istoria. Vol.7. No.2. Maret 2010.
Misnawi, Zuhairi. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaan. Jakarta: Pt Kompas Media Nusantara.2010.
Rahardjo M. Dawam. Nahdlatul Ulama dan Politik dalam Asep Saeful Muhtadi. “Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama : Pergulatan Pemikiran Politik Radikal dan Akomodatif.”
Rosyidi, Muhib. “ Membumikan Teks Agama ala Nahdlatul Ulama”. Journal of Qur‟an and Hadith Studies, Vol.2, No.1 2013.
Rozikin Daman. Membidik NU Dilema Percaturan Politik NU Pasca Khittah. Yogyakarta: Gama Media. 2001.
Setiawan, Arif. Sejarah Lengkap Kelahiran Berdirinya Nahdlatul Ulama diakses pada tanggal 29 Maret 2017.
Lampiran
Dikutip dalam NASKAH KHITTAH NAHDLATUL ULAMA KEPUTUSAN MUKTAMAR XXVII
Bagian 3; Dasar-dasar Faham Keagamaan Nahdlatul Ulama
a. Nahdlatul Ulama mendasarkan paham keagamaannya kepada sumber ajaran Islam: al-Qur’an, as-Sunnah al-Ijma, dan al-Qiyas.
b. Dalam memahami menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya tersebut di atas, Nahdlatul Ulama mengikuti paham Ahl al-Sunnah wa al-Jama>’ah dan menggunakan jalan pendekatan (al-Madzhab)
1) Di bidang aqidah, NU mengikuti paham Ahl al-Sunnah wa al-Jama>’ah yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan al-Asy‟aridan Imam abu Manshur al-Maturidi
2) Di bidang fiqh, Nu mengikuti jalan pendekatan (al-Madzhab) salah satu dari mazhab Anu Hanifah an-Nu‟am, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi‟I dan Imam Ahmad bi Hambal.
3) Di bidang tashawwuf mengikuti antara lain Imam al-Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali serta imam-imam yang lainnya.
c. Nu megikuti pendirian bahwa Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimilki oleh manusia. Paham keagaman yang dianutt NU bersifat menyempurnakan nilai-nilai baik yang sudah ada dan menjadi milik serta cirri-ciri kelompok: maanusia seperti suku maupun bangsa, dan tidak bertujuan mengahapus nilai-nilai tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar