Senin, 23 Oktober 2017

kitab sulubus salam

A. Biogarfi
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Isma’il bin Shalah bin Muhammad bin Ali Al- Amir Ash-Shan’ani, yang nasabnya tersambung  kepada salah satu amirul mukminin yaitu sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ash-Shan’ani lahir pada  tanggal 15 Jumadil Akhir tahun 1099 H di kota Kahlan, yang merupakan bagian dari negeri Yaman. Beliau wafat pada hari Selasa, 3 Sya’ban tahun 1182 H pada usia beliau yang ke 83 tahun.
Ia menimba ilmu dari ulama yang berada di kota Shan’a lalu kemudian beliau rihlah (melakukan perjalanan) ke kota Makkah dan membaca hadits dihadapan para ulama besar yang ada di Makkah dan Madinah. Ia menguasai berbagai disiplin ilmu sehingga ia mengalahkan teman temannya yang satu angkatan dengannya. Ia menampakkan kesungguhannya, berhenti ketika ada dalil, jauh dari taklid dan tidak memperdulikan pendapat pendapat yang tidak ada dalilnya. Ia mendapatkan banyak ujian sebagaimana ujian yang dialami oleh Nabi dan para sahabat serta penerus-penerusnya. Selain menguasai beberapa displin ilmu, beliau juga dikenal sebagai orang yang wara’, zuhud, dan takut kepada Allah.
Dalam perjalannya menimba ilmu, ia mempunyai banyak guru, di antaranya: al-Allamah Shalah bin Husain Al-Kahlani dan al-Allamah Zaid bin Muhammad bin Al-Husain bin Al-Qasim. Adapun murid-muridnya sangat banyak, di antaranya: Ahmad bin Muhammad Qathin, Abdul Qadir bin Ahmad bin Abdil Qadir bin An-Nashir (guru Asy-Syaukani) dan Ahmad bin Shalih bin Abi Ar-Rijal.
Sangat banyak orang yang datang  berbondong-bondong untuk menimba ilmu dari beliau, mulai dari orang-orang yang khusus maupun masyarakat umum. Mereka membaca dihadapan beliau berbagai kitab kitab hadits dan mengamalkan ijtihad-ijtihad beliau yang kemudian mereka tunjukkan kepada khalayak umum pada masa itu.
Selama hidupnya beliau banyak menulis karya, di antaranya:
1. Subulus Salam Syarah Bulugh Al-Maram
2. Isyradu An-Naqqad ila Taysir Al-Ijtihad
3. Tathhitu Al-I’tiqad an Adrani Al-ilhad

B. Spesifikasi Kitab Subulus Salam
Judul lengkap kitab ini adalah Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, yang merupakan syarah dari kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-Asqalani. Kitab ini memuat hadis-hdis beserta penjelasannya terkait dengan hukum fiqih dan ditutup dengan Kitab al-Jami’ (bab-bab yang menjelaskan tentang adab dan akhlaq). Selain sebagai ulasan terhadap kitab Bulughul Maram, kitab Subul As-Salam juga merupakan ringakasan dari syarah Al-Qadhi al-Allamah Syarafuddin Al-Husain bin Muhammad Al-Maghribi.
Tujuan penulis dalam mensyarahi dan meringkas kitab syarah Al-Qadhi al-Allamah Syarafuddin Al-Husain bin Muhammad Al-Maghribi adalah semata-mata hanya mengharapkan ridha dari Allah SWT, serta dalam rangka memudahkan para penuntut ilmu dan pemerhati dari kitab hadis tersebut. Ash-Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam juga tidak menyebutkan perbedaan-perbedaan dan komentar-komentar, kecuali jika sangat dibutuhkan. Ash-shan’ani juga menghindari peringkasan yang dapat menghilangkan substansi kitab aslinya dan pengulangan yang sangat berlebihan karena menurutnya hal tersebut akan menimbulkan dampak membosankan terhadap para pembaca. Dengan argumen di atas, maka Ash-Shan’ani memberikan nama kitab tersebut dengan nama Subul Al-Salam Al-Mushilah Ila Bulugh Al-Maram. 

C. Metode dan Sistematika Penulisan Kitab Subulus Salam
1. Metode
Secara umum, imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam menggunakan metode deskriptif-analisis. Sebagaimana dijelaskan oleh beliau dalam muqaddimah-nya:
“saya meringkasnya dari Syarah Al-Qadhi Allamah Syarafuddin AL-Husain bin Muhammad Al-Maghribi, -semoga Allah memulikn tempatnya dalam surga ‘illiyin-, dengan mengurai lafazh dan menerangkan maknanya. Dengan tujuan mendapatkan ridha dari Allah”.

Secara terperinci metode yang digunakan oleh Ash-Shan’ani akan dijabarkan sebagaimana di bawah ini:
a. Dalam mencantumkan sebuah hadis, Ash-Shan’ani memberikan keterangan tambahan bahwa hadis tersebut dikeluarkan oleh imam-imam hadits.
b. Dalam mencantumkan sanad Ash-Shan’ani hanya mencantumkan nama rawi pertama dan nama mukharrij.
c. Menyertakan biografi singkat perawi hadis
d. Menyertakan penjelasan kalimat secara global.
e. Menyertakan tafsir hadits secara terperinci.
2. Sistematika
Adapun sistematika penulisan kitab Syarah Subulus Salam adalah sebagai berikut:
No
Bab
Sub-Bab
1.
Muqaddimah Tahqiq
-
2.
Biografi Al-Hafizh Ibnu Hajar
-
3.
Biografi Ash-Shan’ani
-
4.
Pendahuluan
-
5.
Kitab Thaharah
10 Sub-Bab
6.
Kitab Shalat
17 Sub-Bab
7.
Kitab Jenazah
-
8.
Kitab Al-Zakat
3 Sub-Bab
9.
Kitab Al-Shiyam
2 Sub-Bab
10.
Kitab Al-Hajji
6 Sub-Bab
11.
Kitab Al-Buyu’
22 Sub-Bab
12.
Kitab Al-Nikah
6 Sub-Bab
13.
Kitab Al-Thalaq
-
14.
Kitab Al-Ruj’ah
6 Sub-Bab
15.
Kitab Al-Jinayat
4 Sub-Bab
16.
Kitab Al-Hudud
5 Sub-Bab
17.
Kitab Al-Jihad
2 Sub-Bab
18.
Kitab Al-Ath’imah
3 Sub-Bab
19.
Kitab Al-Iman wa Al-Nudzur
6 Sub-Bab
D. Kekurangan dan Kelebihan
Subulus Salam yang merupakan buah karya dari seorang manusia mempunyai kesamaan dengan karya-karya yang lain, yaitu memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kekurangan dan kelebihan dari kitab Subulus Salam adalah sebagai berikut:
1. Kekurangan
a.
2. Kelebihan
a. Menyertakan keterangan status hadis dalam footnote
b. Mencantumkan beberapa pendapat ulama’ fiqh
c. Mencantumkan beberapa pendapat ulama’ hadis terkait status sanad dan mtan hadis tersebut.
d. Penyajian sistematika dan ulasannya termasuk sempurna
e. Mencantumkan istilah-istilah hadis dan indeks nama ulama hadis pada halaman terakhir.

E. Contoh hadits
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن الماء طهور لا ينجسه شيء. أخرجه الثلاثة، وصححه أحمد.
Artinya: “Dan dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu ia berkata “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya air itu suci, tidak ada sesuaupun yang dapat menajiskannya.” (HR. Ats-Tsalatsah dan dishahihkan oleh Ahmad).

Biografi Perawi
Abu said, nama lengkapnya adalah Sa’id bin Malik bin Sanin Al-Khazraji Al-Anshari. Al-Khudri dinisbatkan kepada Khudrah, salah satu suku Anshar, sebagaimana dalam Al-Qamus.
Adz-Dzahabi berkata, “Ia termasuk ulama para sahabat yang menyaksikan Bai’ah Asy-Syajarah. Meriwayatkan banyak hadits dan memberikan fatwa dalam beberapa waktu.
Abu Sa’id meninggal pada awal tahun 74H dalam usia 86 tahun. Banyak sekolompok sahabat meriwayatkan hadits darinya. Ia memiliki hadits sebanyak 84 hadis dalam Ash-Shahihain.
Tafsir Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh perawi yang tiga, yaitu para penyusun Kitab Al-Sunan kecuali Ibnu Majah, sebagaimana yang sudah diketahui, dan dishahihkan oleh Ahmad. Dalam Mukhtashar As-Sunan, ada beberapa pendapat mengenai hadits di atas. Pertama, Al-Hafizh Al-Mundziri berkata, “Sesungguhnya sebagian mereka mengomentarinya, dan diceritakan  dari Imam Ahmad bahwa ia berkata, “Hadits sumur Budha’ah shahih.”
Kedua, At-Tirmidzi berkata, “ini hadits hasan shahih.” Abu Usamah menganggap baik hadits ini. Tidak ada hadits Abu Sa’id mengenai sumur Budha’ah yang lebih baik dari yang diriwayatkan oleh Abu Usamah. Hadits ini diriwayatkan lebih dari satu jalur dari riwayat Abi Sa’id.
Adapun Asbabun Nuzul hadits di atas adalah ketika Rasulullah Shallallhau ‘Alaihi wa Sallam ditanya, “Apakah kami boleh berwudlu dari sumur Budha’ah”, yaitu sumur tempat membuang kain-kain bekas haidh, bangkai anjing, dan barang-barang busuk? Maka beliau menjawab, “Air itu suci.” Penjelasan yang demikian yang terdapat dalam Sunan Abi Dawud,
Perlu diketahui, bahwa penulis dalam syarahnya telah mengomentari dengan panjang lebar dan menyebutkan pandangan-pandangannya terkait dengan maslah air dengan sangat memadai. Dalam membahas masalah air ini, penulis hanya mengambil dalil-dalil terkait yang penting. Di antara dalil yang dipakai penulis terkai dengan masalah air, adalah sebagai berikut:
 الماء طهور لا ينجسه شيء
“Air itu suci dan tidak ada sesuatu yang dapat menjadikannya najis.”
إذا بلغ الماء قلتين لم يحمل الخبث
“Apabila air itu telah sampai dua qullah, maka tidak mengandung kotoran.”
Ada beberapa pula hadis yang memuat perintah menuangkan air sebanyak satu timba pada tempat yang terkena air seni orang Badui dalam Masjid:
إذا استيقظ أحدكم فلا يدخل يده في الإناء حتى يغسلها ثلاثا
“Apabila salah seorang dari kalian bangun tidur, maka janganlah ia masukkan tangannya ke dalam bejan hingga ia mencucinya tiga kali.”
لا  يبولن أحدكم في الماء الدائم ثم يغتسل فيه
“Janganlah salah seorang dari kalian kencing dalam air yang tenang (air yang tidak mengalir).”
Hadits-hadits tersebut disebutkan oleh penulis bahwa kesemuanya adalah hadits yang kuat. Terlepas dari itu, penulis juga menyertakan pendapat-pendapat ulama’ tentang  kadar air dan sifat air. Ada beberapa pendapat yang berbeda dari beberapa ulama’ sebagaimana berikut ini:
1. Al-Hadawiyah berpendapat dalam membatasi air sedikit tergantung kepada si pemakai. Jika si pemakai merasa air itu banyak maka air tersebut dianggap sebagai air yang banyak dan mensucikan. Mengenai hal ini ada beberapa pendapat:
Pertama, Al-Hanafiyah berkata, “Batasan air yng banyak adalah air yang apabila seseorang menggerakkan salah satu ujungnya, gerakan tersebut tidak sampai pada ujung yang lain dan selain itu berarti air dikategorikan sedikit.
Kedua, Asy-syafiiyah berkata, “Air yang banyak adalah air yang sampai dua qullah menurut ukuran qulah bani Hajar, yaitu sekitar 500 liter, dan jika kurang dari ukuran tersebut berarti air tesebut termasuk ke dalam air sedikit.
2. Pendapat lain, bahwa laragan dalam hadits-hadits ini hanyalah makruh, tapi ia suci dan mensucikan.
Kesimpulannya, mereka menghukumi bahwa jika najis mengalir pada air yang sedikit dapat membuatnya najis dan jika air  yang mengalir pada najis, maka najis tersebut tidak membuatnya najis.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar